Senin, 24 November 2008

Implikasi Dosa Besar Pada Iman Hamba

Ulama : Syaikh Ibnu Baz
Kategori : Aneka
Pertanyaan:
Apa hukumnya melakukan sebagian perbuatan maksiat, ter-utama dosa-dosa besar, dan
apakah hal ada pengaruhnya terhadap keislaman seseorang?
Jawaban:
Benar, hal itu memberikan pengaruh/efek buruk. Sesungguhnya melakukan dosa besar
seperti zina, minum arak, membunuh secara tidak benar, memakan riba, ghibah
(mengumpat), namimah (adu domba) dan maksiat lainnya berpengaruh terhadap tauhid
kepada Allah dan iman kepadaNya serta melemahkannya. Namun seorang muslim tidak
menjadi kafir karena melakukan hal itu selama tidak menganggapnya halal. Berbeda
dengan kaum Khawarij yang mengkafirkan seorang muslim yang melakukan perbuatan
maksiat seperti zina, mencuri, durhaka kepada kedua orang tua dan dosa-dosa besar
lainnya, sekalipun ia tidak menghalalkannya (membolehkannya). Ini adalah kesalahan
besar kaum Khawarij. Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mengkafirkannya karena
melakukan hal itu dan tidak menyebabkannya kekal di neraka. Tetapi mereka berkata,
'Iman tauhidnya kurang/berkurang. Tetapi tidak sampai kafir yang besar, tetapi dalam
imannya ada kekurangan dan kelemahan.'
Karena inilah, Allah mensyari'atkan pelaku zina dengan had (hukuman) cambuk apabila
ia masih bujangan. Dicambuk seratus kali dan dibuang setahun. Demikian pula peminum
arak, dicambuk dan tidak dibunuh. Pencuri dipotong tangannya dan tidak dibunuh.
Jikalau zina, minum arak, dan mencuri mengakibatkan kufur besar, niscaya mereka
dibunuh, berdasarkan sabda Nabi -shollallaahu'alaihi wasallam-, "Siapa yang mengganti
agamanya, bunuhlah."[1]
Hal itu menunjukkan bahwa perbuatan maksiat ini bukanlah murtad, namun melemahkan
iman dan menguranginya. Karena inilah, Allah -subhanahu wata'ala- mensyari'atkan
ta'dib (agar jera) dengan hukuman ini agar mereka bertaubat dan kembali kepada Rabb
mereka dan berhenti melakukan yang diharamkan Rabb kepada mereka.
Mu'tazilah berkata, "Sesungguhnya pelaku maksiat berada di satu tempat di antara dua
tempat, tetapi ia dikekalkan di neraka apabila mati sebelum bertaubat." Mereka menyalahi
Ahlus Sunnah dan menyetujui kaum Khawarij dalam hal itu. Kedua kelompok tersebut
telah tersesat dari jalan yang lurus. Yang benar adalah pendapat pertama, yaitu pendapat
Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Yaitu, ia adalah pelaku maksiat yang lemah imannya dan
berada dalam bahaya besar karena murka dan siksa Allah -subhanahu wata'ala-. Akan
tetapi ia tidak menjadi kafir yang besar, yaitu murtad dari Islam. Juga tidak kekal di
neraka seperti kekalnya orang-orang kafir, apabila ia mati dalam melakukan salah satu
dari maksiat itu. Tetapi ia berada di bawah kehendak Allah -subhanahu wata'ala-, jika Dia
menghendaki, Dia mengampuninya. Dan jika Dia -subhanahu wata'ala- menghendaki, Dia
menyiksanya berdasarkan perbuatan maksiat yang dia mati dalam mela-kukannya,
kemudian Dia -subhanahu wata'ala- mengeluarkannya dari neraka. Tidak ada yang kekal
selama-lamanya di sana selain orang-orang kafir. Kemudian setelah selesai siksa Allah -
subhanahu wata'ala- yang diberikan kepadanya, Allah -subhanahu wata'alamengeluarkannya
dari neraka ke surga. Ini adalah pendapat ahlul haq. Pendapat ini
berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir dari Rasullah -shollallaahu'alaihi wasallam-,
berbeda bagi pendapat Khawarij dan Mu'tazilah, dan Allah -subhanahu wata'alaberfirman,
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." ( An-Nisa': 48
dan 116).
Allah -subhanahu wata'ala- menggantungkan atas kehendakNya selain dosa syirik.
Adapun orang yang mati atas syirik besar, maka dia kekal di neraka dan surga
diharamkan atasnya, karena firman Allah -subhanahu wata'ala-,
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orangorang
zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Ma`idah :72).
Dan firmanNya,
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang
mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka. ( At-taubah :17).
Ayat-ayat tentang hal ini sangat banyak.
Apabila pelaku maksiat masuk neraka, ia tetap tinggal di dalamnya hingga waktu yang
dikehendaki Allah -subhanahu wata'ala-, dan tidak kekal seperti kekalnya orang-orang
kafir. Namun terkadang lama masanya. Ini adalah kekal yang khusus bersifat sementara,
bukan seperti kekalnya orang-orang kafir. Sebagaimana firman Allah -subhanahu
wata'ala- dalam surah al-Furqan ketika menyebutkan orang musyrik, pembunuh dan
pezina, firman Allah -subhanahu wata'ala-,
"Barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya),
(yakni) akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal
dalam adzab itu, dalam keadaan terhina." ( Al-Furqan: 68 - 69).
Kekal ini bersifat sementara yang suatu saat akan berakhir. Adapun orang musyrik, maka
kekalnya selama-lamanya. Karena inilah, Allah -subhanahu wata'ala- berfirman tentang
haq orang-orang musyrik dalam surah al-Baqarah,
"Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan
bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka." (Al-
Baqarah :167).
Allah -subhanahu wata'ala- berfirman dalam surah al-Ma'idah berkenaan orang-orang
kafir,
"Mereka ingin keluar dari neraka padahal mereka sekali-sekali tidak dapat keluar
daripadanya, dan mereka beroleh adzab yang kekal." (Al-Ma`idah :37).
Footnote:
[1] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya pada al-Jihad (3017).
Rujukan:
Majalah al-Buhuts edisi 41, Syaikh Ibnu Baz hal 132-134.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

0 komentar:

template by kendhin
please visit jadipebisnisinternet