Jumat, 07 November 2008

Cincin Tunangan Bagi Laki-laki

Kategori: Pakaian – Perhiasan
Ulama: Syaikh Ibnu Baz
Pertanyaan:
Bagaimanakah hukum memakai perhiasan emas dalam segala bentuknya. Dalam hal ini
ada keyakinan bahwa jika cincin tunangan (di mana cincin itu terbuat dari emas) dicopot,
niscaya pernikahan akan batal?
Jawaban:
Emas adalah perhiasan yang tidak diperbolehkan bagi kaum laki-laki mukmin dan
memakainya termasuk perbuatan munkar bagi mereka baik emas yang dipakai itu berupa
cincin, jam tangan atau kalung, karena sabda Nabi -shollallaahu'alaihi wasallam- yang
berkenaan dengan larangan tentang pemakaiannya bagi kaum laki-laki mukmin itu
bersifat umum, di mana Nabi -shollallaahu'alaihi wasallam- bersabda,
"Emas dan sutera dihalalkan bagi kaum wanita dari kalangan umat kami, dan
diharamkan bagi kaum laki-lakinya." (An-Nasai, bab perhiasan (5148); Ahmad
(19008-19013))
Nabi -shollallaahu'alaihi wasallam- telah melarang kaum laki-kaki memakai cincin
emas.(Al-Bukari, bab meminta izin (6235); Muslim, bab pakaian (2066)). Al-Bukhari dan
Muslim telah meriwayatkan sebuah hadits di dalam kitab Shahihnya masing-masing dari
al-Bara’ bin ‘Azib -rodliallaahuanhu-, bahwa ketika Nabi -shollallaahu'alaihi wasallammelihat
seorang laki-laki memakai cincin emas di tangannya, maka beliau memintanya
supaya mencopot cincinnya, kemudian melemparkannya ke tanah, seraya bersabda,
"Salah seorang dari kalian sengaja mengambil bara api neraka dan meletakkannya di
tangannya."(HR. Muslim dalam kitab Shahihnya, bab pakaian (2090))
Dari hadits Ibnu Abbas -rodliallaahu'anhu-. Adapun cincin tunangan yang terbuat dari
emas, maka keberadaannya sama dengan cincin emas lainnya dan tidak bedanya, serta
orang laki-laki yang memakainya wajib mencopotnya, dan mencopotnya tidak ada
pengaruhnya terhadap suatu pernikahan. Barangsiapa meyakini bahwa hal itu akan
mempengaruhi suatu perkawinan, maka ia telah keliru. Selain itu memakai cincin
tunangan termasuk hal yang baru di dalam masalah agama dan tidak memiliki dasar
hukum, sehingga wajib bagi kaum muslimin meninggalkannya, atau paling tidak
hukumnya adalah makruh. Seraya saya memohon kepada Allah bagi segenap kaum
muslimin, semoga Allah memberi petunjuk dan pengampunan dari segala penyimpangan
yang bertentangan dengan ketentuan syara’ yang suci.
Sumber:
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
Syaikh Ibn Baz, Majalah ad-Da’wah, edisi no. 1044.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

0 komentar:

template by kendhin
please visit jadipebisnisinternet