Minggu, 07 November 2010

Hukum Menyepelekan Shalat Berjamaah

KATEGORI: SHALAT
ULAMA: SYAIKH IBNU BAZ
Pertanyaan:
Saat ini, banyak kaum Muslimin, bahkan sebagian penuntut ilmu (syariah), yang
menyepelekan shalat berjamaah. Mereka beralasan bahwa sebagian ulama berpendapat
bahwa shalat berjamaah itu tidak wajib. Bagaimana hukum berjamaah itu sendiri? Dan
nase-hat apa yang akan Syaikh sampaikan kepada mereka?
Jawaban:
TIDAK DIRAGUKAN LAGI, BAHWA SHALAT BERJAMAAH BERSAMA KAUM MUSLIMIN DI
MASJID, HUKUMNYA WAJIB, DEMIKIAN MENURUT PENDAPAT TERKUAT DARI KEDUA
PENDAPAT PARA ULAMA. SHALAT JAMAAH ITU WAJIB ATAS SETIAP PRIA YANG MAMPU DAN
MENDENGAR ADZAN, BERDASARKAN SABDA NABI -SHOLLALLAAHU'ALAIHI WASALLAM-,
.مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ، فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ
"Barangsiapa mendengar adzan, lalu ia tidak datang (ke masjid) maka tak ada shalat
baginya, (tidak diterima shalatnya) kecuali karena udzur (halangan syar'i)."(Dikeluarkan
oleh Ibnu Majah (792), ad-Daru Quthni (1/421, 422), Ibnu Hibban (29064), al-Hakim
(1/246) dengan sanad shahih).
Ibnu Abbas -rodliallaahunahu- pernah ditanya tentang udzur tersebut, lalu ia menjawab,
"Rasa takut (suasana tidak aman) atau sakit (penyakit)."
Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah -rodliallaahunahu- dari Nabi
-shollallaahu'alaihi wasallam- bahwasanya telah datang kepada beliau seorang laki-laki
buta lalu berkata, "Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid.
Apakah aku punya rukhshah untuk shalat di rumahku?" kemudian beliau bertanya,
.فَأَجِبْ :نَعَمْ، قَالَ :هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ؟ قَالَ
"APAKAH ENGKAU MENDENGAR SERUAN UNTUK SHALAT?" IA MENJAWAB, "YA", BELIAU
BERKATA LAGI, "KALAU BEGITU, PENUHILAH (PANGGILAN ADZAN TERSEBUT)."(HR. MUSLIM,
KITAB AL-MASAJID (653)).
DALAM ASH-SHAHIHAIN (BUKHARI-MUSLIM), DARI ABU HURAIRAH
-RODLIALLAAHU'ANHU- DARI NABI -SHOLLALLAAHU'ALAIHI WASALLAMBAHWASANYA
BELIAU BERSABDA,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً يَؤُمُّ النَّاسَ ثُمَّ أَنْطَلِقَ بِرِجَالٍ مَعَهُ مْ
.حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُوْنَ الصَّلاَةَ فَأَحْرِقَ عَلَيْهِمْ بُيُوْتَهُمْ
"Sungguh aku sangat ingin memerintahkan shalat untuk didirikan, lalu aku perintahkan
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang, kemudian aku berangkat bersama
beberapa orang laki-laki dengan membawa beberapa ikat kayu bakar kepada
orang-orang yang tidak ikut shalat, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api
tersebut." (Al-Bukhari, kitab al-Khushumat (2420), Muslim, kitab al-Masajid (651)).
Seluruh hadits di atas dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya, menunjukkan
wajibnya shalat berjamaah di masjid bagi kaum laki-laki. Dan orang yang tidak
menghadirinya, berhak untuk mendapat hukuman agar ia jera. Sekiranya shalat
berjamaah di masjid itu tidak wajib, maka orang yang meninggalkannya tentu tidak
berhak mendapatkan hukuman. Sebab shalat di masjid itu adalah termasuk syiar Islam
terbesar, penyebab perkenalan antar Muslimin, dan dengan berjamaah akan tercapai kasih
sayang dan hilang kebencian.
Juga orang yang meninggalkannya, menyerupai sifat-sifat kaum munafiqin. Jadi yang
wajib dilakukan adalah bersikap hati-hati (dari meninggalkan shalat berjamaah). Dan tak
ada arti dari perbedaan pendapat dalam masalah ini, karena seluruh pendapat yang
bertentangan dengan dalil-dalil syar'iyah wajib untuk dibuang dan tidak boleh dipegang!
Berdasarkan firman Allah -subhanahu wata'ala-,
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (Surah An-Nisa': 59).
Dalam ayat lain disebutkan,
"Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada
Allah."(Surah asy-Syuraa: 10).
Dan dalam shahih Muslim dari Abdullah bin Mas'ud -rodliallaahu'anhu-, bahwasanya
beliau berkata, "Sungguh kami melihat para sahabat di antara kami, tak ada yang
meninggalkannya (yaitu shalat jamaah), kecuali munafiq, atau orang sakit.
Sampai-sampai ada seseorang didatangkan (ke masjid) dipapah di antara dua orang untuk
diberdirikan di tengah-tengah shaf."
Tak diragukan lagi, bahwa hal ini menunjukkan betapa per-hatian yang begitu besar dari
para sahabat terhadap shalat jamaah di masjid, sampai-sampai mereka terkadang
mengantarkan seseorang yang sakit dengan dipapah di antara dua orang agar bisa shalat
berjamaah. Semoga Allah -subhanahu wata'ala- meridhai semua perbuatan mereka. Dan
hanya Allahlah yang berkuasa memberi petunjuk.
Sumber:
Fatawa Muhimmah Tata’allaqu Bish Shalah, hal. 56-58, Syaikh Ibnu Baz. Disalin dari
buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

0 komentar:

template by kendhin
please visit jadipebisnisinternet