Minggu, 07 November 2010

Hukum Merokok Menurut Syariat

Kategori: Jual Beli - Riba
Ulama: Syaikh Ibnu Utsaimin
Pertanyaan:
Apa hukum merokok menurut syari’at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?
Jawaban:
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i'tibar (logika) yang benar.
Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya:
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan."
(Al-Baqarah:195).
Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.
Wajhud dilalah (Aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk
perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah secara shahih
bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah
mengalokasi-kannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa
mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada
hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat
kemudharatan.
Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits dari Rasulullah yang berbunyi:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
".(orang lain)bahaya dan juga tidak boleh membahayakan (menimbulkan)Tidak boleh "
1
at, baik’ dalam syari (tidak berlaku)adalah ditiadakan (dharar) Jadi, menimbulkan bahaya
Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa .bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta
.merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta
jukkan keharaman merokok- yang benar, yang menun (logika) tibar’Adapun dalil dari i
si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke (dengan perbuatannya itu)adalah karena
Orang .dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa
1 HR. Ibnu Majah, kitab al-Ahkam (2340)
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
Alangkah .terjadi terhadap dirinya sendiri yang berakal tentunya tidak rela hal itu
.tragisnya kondisi dan demikian sesak dada si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya
ibadah lainnya karena hal itu- Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah
alangkah berat dirinya berinteraksi dengan Bahkan, .menghalangi dirinya dari merokok
orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di- orang
Karenanya, anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila .hadapan mereka
.erekaduduk bersama mereka dan berinteraksi dengan m-duduk
.tersebut menunjukkan bahwa merokok adalah diharamkan hukumnya i'tibar Semua
Karena itu, nasehat saya buat saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan
menghisapnya agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk
sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan meninggalkannya
Nya dan menghindari siksaanNya; semua itu- kepada Allah serta mengharap pahala
.bantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut-adalah amat mem
mi tidak menemukan nash, baik di dalams esungguhnya ka"Jika ada orang yang berkilah,
".Nya perihal haramnya merokok itu sendiri-Kitabullah ataupun Sunnah Rasul
Sunnah terdiri dari dua- nash Kitabullah dan As-Jawaban atas statemen ini, bahwa nash
:jenis
1.Satu jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti adh-Dhawabith
(ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah di mana mencakup rincian-rincian
yang banyak sekali hingga Hari Kiamat.
2.Satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri
secara langsung.
Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Al-Qur’an dan dua buah hadits yang telah
kami singgung di atas yang menunjukkan secara umum keharaman merokok sekalipun
tidak secara langsung diarahkan kepadanya.
Sedangkan untuk contoh jenis kedua adalah firmanNya,
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah." (Al-Ma'idah:3).
Dan firmanNya,
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, ( berkorban
untuk ) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Ma'idah:90).
Jadi, baik nash-nash tersebut termasuk ke dalam jenis perta-ma atau jenis kedua, maka ia
bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pendalilan
mengindika-sikan hal itu.
Sumber:
Program Nur 'Alad Darb, dari fatwa Syaikh Ibn Utsaimin.

0 komentar:

template by kendhin
please visit jadipebisnisinternet